Kamis, 16 Januari 2014

PATIH UDAN AGUNG (Dening: Wisnu Sri Widodo)

Cerita wayang ini menceritakan tentang suatu permasalahan yang sedang melanda jagad. Sang Hyang Kanekaputra menceritakan kepada Kresna dan Pandhawa bahwa Prabu Ndaruwardaya dari Himapura member titah kepada Patih Udan Agung untuk menyampaikan keinginannya yaitu mempersunting Bethari Supraba. Dewa mencoba untuk menghalangi ini, karena itu kahyangan dilanda bencana kekurangan air, tidak ada air di kahyangan akibat ulah Patih Udan Agung tersebut. Sang Hyang Kanekaputra diperintah oleh Hyang Pramesthi Guru untuk datang dan meminta pertolongan kepada Kresna dan Pandhawa, supaya menyelesaikan masalah ini. Prabu Kresna pun memberi perintah kepada Samiaji, Werkudara, Janaka, Nakula, Sadewa, Gathutkaca, Setyaki, dan Punakawan catur untuk menyelesaikan tugas ini dan menemui Batahara Narada. Semua menerima tugas yang akan diemban mereka. Seluruh bidadari bethari dan Hapsari bingung, karena mereka kepanasan, haus dan tidak bisa mandi karena tidak ada air di kahyangan. Akhirnya Hyang Bathara Guru memerintahkan kepada mereka turun ke bumi dan mandi di telaga, namun mereka harus berhati-hati dengan para dewa yang mempunyai watak jahat. Seluruh bidadari senang dan segera saja mereka menceburkan diri ke dalam telaga yang airnya sangat jernih dan segar dengan rasa suka gembira. Namun, telaga tersebut berubah menjadi Patih Udan Agung dan kemudian langsung membawa seluruh bidadari ke Himapura untuk dipersembahkan kepada Prabu Ndaruwardaya. Bathara Brahma yang mengetahui hal tersebut kemudian bertarung melawan si Udan Agung menggunakan pusaka kahyangan Argadahana, tetapi itu tidak berhasil. Para dewa lainnya, Bathara Indra, Sambu, Penyarikan, Bayu, Yamapadi dan dewa yang lain juga tidak bisa menghentikan ulah jahat Patih Udan Agung. Patih Udan Agung dapat kabur dan kembali ke Himapura membawa serta seluruh bidadari. Di kediaman Bathara Narada, dia juga memberi perintah pada para Pandhawa untuk pergi ke Himapura dan menuntaskan masalah ini. Sedangkan di sisi lain, yaitu di Himapura, Patih Udan Agung memberi kabar kepada Prabu Ndaruwardaya bahwa dia telah berhasil membawa bethari Supraba bersama bidadari yang lainnya. Sang Prabu tidak percaya dan memerintah supaya Udan Agung membuktikannya. Ketika Udan Agung akan membuktikannya, tiba-tiba Janaka dan seluruh Pandhawa datang menghalangi. Perang rog-bandawalapati pun tidak bisa dicegah. Raden Janaka bertarung melawan Si Udan Agung, sang Haria Bima-Sena melawan Prabu Ndaruwardaya, Senapati Gelap melawan Prabu Anom Gathutkaca, Tumenggung Mega Mendhung melawan Raden Haria Setyaki, Manggala Bayubajra melawan Raden Nakula, Manggala Sindhung melawan Raden Sadewa, Tumenggung Cleret-taun melawan ki Lurah Petruk, dan yang lainnya dihadapi oleh Nala Gareng dan Bagong. Akhirnya, sang yaksendra Prabu Ndaruwardaya terkena kuku Pancanaka sang Bima dan hilang musnah menjadi Ndaru, Patih Udan Agung terkena panah Pasopati dari Raden Janaka kemudian menghilang menjadi hujan yang deras, semua bidadaripun akhirnya muncul bersamaan dengan datangnya hujan deras tersebut. Senapati Gelap menghilang menjadi bledeg karena sang Gathutkaca, semua hilang dan musnah yang kemudian menjadi berada di tempatnya masing-masing. Karena perang telah selesai serta hujanpun turun, maka kehidupan kembali seperti sedia kala, menjadi makmur kembali. Hijaunya dedaunanan, menjadikan suka citanya semua orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar